Gigitan Manis Coklat Pertamaku

 

Hai semua namaku Silviana putri ,biasa dipanggil Ica, panggilan yang tidak sesuai kan dengan nama asliku. Aku adalah pembenci cokelat. Padahal aku belum pernah mencobanya. Hampir setiap hari semua orang berusaha membuat aku menyukai cokelat. Mulai dari Ayah, Ibu, Kak Rena , juga sahabatku Nana dan Rahma, akan tetapi aku tetap saja menolak, itu sudah menjadi prinsipku! Masih pandemi ya huh membosankan.

Aku duduk dibangku kelas 11 SMA. Aku biasa berangkat dan pulang menaiki sepeda berwarna kuning bersama sahabatku. Jika pulang, kita berpisah di persimpangan jalan, tapi sekarang masih pandemi covid jadi aku tidak dapat bertemu dengan sahabatku. Biasanya sesampainya di rumah, aku mengucap salam dan pergi ke kamarku untuk berganti pakaian, dan mengerjakan beberapa pr-ku , tapi sekarang tugas harus berasal dari handphone .

Toktoktok. Ibu mengetuk pintu.

“Ica “ panggil ibu. Dan aku segera membuka pintu kamarku.

“Iya Ibu?” tanyaku, “Cepat makan siang, Ibu sudah memasak makanan favorit mu !” perintah ibu.

“Oke Bu” balasku. Aku pun makan siang bersama ibu.

“Hmm makanan ini lezat sekali!” seruku.

“Siapa dulu dong yang masak! Ica , nanti Ibu akan pergi ke Surabaya bersama Ayah” jelas ibu.

“Apa? Kenapa mendadak?” Kan sekarang masih pagi Bu !. Aku terkejut.

“Ibu tidak tahu, tanya saja Ayah” balas ibu.

“Terus bagaimana? Apakah Nanti Nana dan Rahma akan menginap di sini!” keluhku.

“Iya ibu akan melakukan itu dengan ayah jadi kamu harus bersama Kakak di rumah” jawab ibu.

“Huh, si Kakak menyebalkan itu” remehku.

“Ayolah Ica ,  kalian harus akrab, tidak boleh bertengkar! Sudah Ibu akan menata baju dulu untuk nanti” ucap ibu.

Aku pun hanya mengangguk dan menghabiskan makananku. Rasa mengantuk pun sudah menguasaiku. Seperti biasa, aku tertidur di tempat aku mengantuk.

“Ica , cepat bangun!” teriak kak Rena membangunkanku.

“Hoam, aku masih mengantuk” gerutuku. “Ayolah, Nana dan Rahma sudah datang” kata kak rena sedikit kesal.

“Panggil saja Ibu” gumamku.

“Adikku yang menyebalkan, Ayah dan Ibu sudah berangkat dari tadi”

“Apa?” pekikku kaget.

Aku pun bergegas ke kamar mandi dan setelah itu aku salat Ashar dan menemui sahabatku.

“Maaf ya, aku ketiduran” kataku nyengir.

“Kamu itu kebiasaan” komentar Kak Rena .

“Biarin Kakak juga begitu” seruku nada tinggi.

“Sudah jangan bertengkar, lebih baik salah satu dari kalian mengambilkan kami minum! Haus” pinta Nana . Kak Rena pun pergi ke dapur untuk mengambil air “Terima kasih” ucap Rahma senyum. “Oke, oh ya Sabrina Kakak akan pergi main ke rumah Kak Medina”

“Lho, terus siapa nanti yang membantuku membuat makanan?” tanyaku kesal.

“Tenang, Kakak sudah menyiapkannya di meja makan, sudah ya Kakak berangkat dulu” ucap Kak rena seraya berlari keluar.

“Sudahlah, sekarang kita bermain saja yuk!” ajak Nana dengan semangat.

Kami pun mengobrol sampai larut malam tetapi kami tidak melupakan kewajiban kami sebagai seorang muslim yaitu, salat lima waktu! Waktu menunjukkan pukul 21.00 Perut kami mulai berbunyi.

Ica , kita makan sekarang yuk!” ajak Rahma

“Baiklah, ayo kita lihat apa yang disediakan oleh Kakakku”

Kami berjalan menuju meja makan dan membuka tudung saji. Pada saat terbukanya tudung saji aku menjerit karena...

“Hah kenapa isinya cokelat semua?” seruku.

“Yes cokelat cokelat cokelat!” ucap Nana “Kamu nggak suka cokelat ya ? kegirangan.

Ca , sudahlah makan saja enak kok” bujuk Rahma. “Nggak deh, kalian habiskan saja, aku menunggu tukang bakso lewat” jawabku.

 

Aku pun pergi keluar rumah untuk menunggu tukang bakso dengan amarah yang menggelegar kepada Kakakku yang menyiapkan makanan yang ku benci. Hampir satu jam aku menunggu tukang bakso itu lewat dan aku mulai lelah menunggu. Sahabatku datang menghampiriku.

“Baksonya belum datang ya?” tanya Nana.  “Belum” balasku singkat.

“Kelihatannya emang tidak akan lewat deh, karena ini sudah pukul sepuluh malam” kata Rahma.

“Iya, kamu makan cokelat aja, tadi kita disain satu buat kamu!” bujuk Nana . “Aku tidak suka cokelat!” tukasku kesal.

“Tidak apa, dari pada kamu kelaparan seperti itu” kata Rahma.

“Aku tidak suka! Aku tidak mau memakannya!” seruku seraya berlari ke kamar.

“Ica , apa kamu marah?” tanya Npana menghampiriku.

“Tidak, kalian makan saja cokelatnya” ujarku.

“Kami ingin tidur bukan cokelat, kamu sendiri yang bilang kemarin kalau kita semua akan tidur di depan televisi, kenapa sekarang kamu dikamar?” “Oke oke kita tidur did epan televisi” jawabku mengalah.

Kami pun tidur di depan televisi beralaskan karpet kuningku. Hanya butuh lima menit saja sahabatku sudah tidur terlelap. Tinggal aku yang tidak bisa tidur karena rasa lapar.

“Ya Allah aku lapar sekali, apa aku coba makan sedikit cokelatnya?” batinku.

Rasa laparku tidak bisa kutahan lagi. Aku berjalan pelan-pelan menuju ruang makan agar sahabatku tidak terbangun dari tidurnya dan kubuka tudung saji yang berisi cokelat itu tapi tiba-tiba...

“Ica “

“Eh Rahma, ngapain kamu di sini?” tanyaku

“Kamu juga ngapain disitu?” ujar Rahma dari kejauhan.

“Hmm aku aku aku” kataku terbata-bata. Rahma pun berjalan mendekatiku.

 “ Ingin makan cokelat” sela Rahma

“Tidak, aku ke sini untuk hal yang lain” tukasku berbohong.

“Jujur saja kamu sangat lapar kan? Dan kamu berniat makan cokelat?”

“Iya kamu benar, tapi ini hanya terpaksa” ujarku “Sudah, makan cokelat ini meski tinggal setengah mengaku. Tapi rasanya tetap enak”

Aku mengangguk dan menggigit sedikit cokelat itu. Dan rasanya..

“Hmm lezat! Lezat sekali! Sebelumnya mengapa tidak dari dulu kalian menyuruhku makan cokelat? Karena ini lezat sekali! Lembut! Lumer dimulut dan manis” kataku sambil menjilati bekas cokelat ditanganku.

“Hey, hidup tidak seperti drama korea mending sprite nyatanya nyegerin! Kami setiap saat membujukmu tau!” balas Rahma.

“Ica , Rahma ada apa ini ?” ucap Nana tiba-tiba datang.

“Nana , ngagetin aja! Ica  sudah suka cokelat nih!” kata Rahma.

“Apa iya? Wah kabar bagus banget! Eits, tunggu sebentar tapi apa itu cokelat sisa kita tadi?” tanya fira. Kami mengangguk dan Fira menggelengkan kepala.

“Sabrina cokelat yang kamu makan itu bekas kucing tetangga sebelah, aku melihat kucing itu makan setengah cokelat, makanya cokelat itu tidak utuh satu batang! Dan aku lupa membuang cokelat bekas kucing itu” jelas Fira.

“Apa? Aduhh” tukasku seraya lari untuk berkumur

Setelah itu... “Apa kamu baik-baik saja?” tanya Rahma penasaran.

“Ya aku sangat baik dan meski cokelat pertamaku cokelat bekas kucing, itu tidak masalah buatku, aku sangat suka cokelat!” seruku. “Hahaha...” kami tertawa bersama dan

Melanjutkan malam dengan nyaman.

Sekarang hariku penuh dengan cokelat, Cokelat cokelat cokelat dan aku suka itu! Ini cerita di mana gigitan cokelat pertamaku, lalu bagaimana dengan cokelat pertamamu di masa pandemi ini ?

“ Jadi gigitan manis coklat Pertama gak harus dari pacar kan , kalian bisa kok makan coklat bekas kucing hahaha” ujarku

0 Komentar