Unit Kegiatan Mahasiswa Fakultas Pertanian

Jumat, 24 Juni 2022

TINGGAL KENANGAN


Sejak umur lima tahun, Gaby sudah ditinggal ibunya merantau ke Malaysia untuk bekerja. Sejak saat itulah, Gaby tinggal bersama ayah dan saudaranya. Pada saat kelas II (SD), tepat umur sembilan tahun, ayahnya juga menyusul ibunya ke Malaysia. Kini, ia hanya tinggal bersama kakaknya. Sudah banyak kenangan yang diciptakan oleh Gaby dan ayahnya, maka tak heran jika Gaby selalu merindukannya. Setiap malam takbiran, Gaby pasti menangis karena tidak bisa berlebaran dengan ayah dan ibunya. Ketika kelas lima SD, Gaby sempat menelepon ayahnya, ia mengajak ayah dan ibunya untuk pulang dan berlebaran bersamanya. Namun, hanya ibunya yang bisa pulang, karena sang ayah tidak mempunyai ongkos. Itu pun tidak lama, ibunya hanya pulang selama seminggu. Saat kelas VII SMP, Gaby meneleponnya lagi untuk mengajaknya pulang ke Madura. Namun, ayahnya cuma memberinya janji-janji saja. Sampai akhirnya, Gaby kelas VIII SMP. Menjelang kenaikan kelas, Gaby kembali meminta ayahnya untuk pulang pada perpisahannya di kelas IX nanti, tapi ayahnya menjawab.

“Biar Mbak dulu, ya, yang datang ke perpisahan kamu, nanti kalo ayah pulang, siapa yang akan membiayai sekolah kamu?”

Gaby hanya mengiyakan perkataan ayahnya, dia harus bisa bersabar. Perpisahan pun telah usai, kini Gaby akan memasuki bangku SMA. Ia memilih bersekolah di MAN Sumenep dan memondok di sana. Sejak saat itulah, Gaby kurang berkomunikasi dengan orang tuanya. Setelah dua bulan di pondok, Gaby mendengar kabar dari mbaknya bahwa tetangga mereka ada yang meninggal di Malaysia. Gaby takut kejadian itu juga akan terjadi kepada kedua orang tuanya. Di setiap shalatnya, Gaby selalu berdoa agar kejadian tersebut tidak terjadi kepada mereka. Tepat pada saat malam Idul Adha, Gaby masih berada di pondok dan baru akan pulang besok paginya. Gaby sempat menangis, karena lebaran kali ini ia tidak bisa menelepon kedua orang tuanya. Keesokan harinya, ketika sudah diperbolehkan pulang, Gaby sempat menangis karena melihat teman-temannya dijemput orang tuanya, sedangkan ia hanya dijemput oleh kakaknya. Setibanya di rumah, Gaby sempat melakukan video call dengan ayah dan ibunya. Dia juga sempat meminta ayahnya untuk pulang lebaran Idul Fitri tahun depan. Ayahnya menjawab. “Iya, Nak, sabar, ayah akan pulang jika sudah waktunya.” Gaby hanya bisa bersabar lagi mendengar ucapan ayahnya.

Tepat pada bulan puasa, Gaby sempat menelepon ayahnya. “Yah, lebaran tahun ini, pokoknya ayah harus pulang,” ucapnya merajuk.

Ayahnya menjawab. “Ayah pulangnya kalo kamu nanti kelas 3, ya?”

Gaby menentang ucapan ayahnya dan berkata, “Enggak, Yah, nanti kalo Gaby kelas 3, ayah pasti bilang kalo ayah pulang, siapa yang akan biayain kamu kuliah.”

Ayah pun tertawa. Namun entah kenapa, Gaby bisa merasakan ada kesedihan yang terselip di balik tawa itu.

Lalu Ayah berkata, “Bener, Nak, in syaa Allah ayah pulang tahun depan.”

Siang ini, mbaknya Gaby sedang menjenguknya ke pondok, Gaby pun menelepon ayahnya melalui fitur video call. Pada saat itu, ayahnya sedang bekerja dan beliau memperlihatkan tempat kerjanya pada Gaby. Gaby bisa melihat keringat di kepala ayahnya. Gaby sempat mau menangis karena terharu pada perjuangan ayahnya, tapi Gaby lebih memilih memendamnya. Ia takut ayahnya juga akan sedih saat melihatnya menangis. Gaby juga memperlihatkan pondokan dan sekolahnya, ia sempat berkata, “Itu pondok aku, Yah. Nanti kalo ayah pulang, ayah ke sini, ya, ngirim aku!” Ayahnya hanya tersenyum.

Tepat pada malam lebaran, Gaby sempat menangis karena hampir sepuluh tahun tidak berlebaran bersama ayahnya. Keesokan harinya, tepat pada hari raya, Gaby melakukan video call dengan mereka, lama sekali. Kebetulan saat itu, ayahnya pulang ke rumah ibunya. Meskipun mereka sama-sama bekerja di Malaysia, mereka tidak serumah karena tempat kerjanya berbeda. Ibunya bekerja di toko, sedangkan ayahnya bekerja menjadi kuli bangunan. Gaby juga sempat meminta ayahnya untuk pulang melalui chat WA.

Ayah pulang dong yah, Gaby kangen

Ayah Kalo ayah pulang, ayah mau dikasih makan apa di sana?

Nasi jagung apa nasi putih?

Nak?

Kamu ke mana sih kok gak aktif.

Ayok balas mumpung ayah masih ada di sini.

Ayok bicara sama ayah, mumpung ayah gak pulang.

Gaby yang membaca balasan ayahnya, sempat bingung. Ia penasaran mengapa ayahnya berkata seperti itu. Tepat pada tanggal 9 Juni 2019, jam tujuh ayahnya melakukan voice note melalui WhatsApp.

Ayah

“Nak, kakaknya sudah bangun apa belum? Kalo belum bangun, siram dengan air saja!”

“Iya yah, kakak sudah bangun” balas Gaby.

Hari ini, ayahnya akan kembali bekerja. Saat ini, dia sedang ada di perjalanan pulang ke tempat kerjanya yang jauh dari tempat tinggal ibunya. Entah kenapa, ayahnya belum juga membalas pesannya itu. Tepat pada pukul dua siang, saat Gaby bangun tidur ia mendapat telepon dari ibunya. “Nak, ayahmu nelfon kamu enggak tadi?” tanya ibunya. Gaby menjawab. “Enggak, Bu, Ayah gak nelepon. Chat aku aja belum dibales dari tadi.”

Perasaaan Gaby semakin gelisah, Gaby takut terjadi apa-apa dengan ayahnya. Saat tidur siang tadi, Gaby juga sempat bermimpi menyembelih kambing. Gaby semakin merasa tidak tenang, dia takut mimpinya itu adalah pertanda buruk. Dia pun memutuskan untuk menceritakan mimpinya ini pada mbaknya. Mbaknya berkata, “In syaa Allah enggak papa, kan, mimpi cuma bunga tidur. Udahlah, tenang aja.” Setelah itu, mbak Gaby menyuruhnya untuk membeli kue. Ketika pulang, Gaby bertemu dengan ponakannya. Dia memberitahu Gaby bahwa ayahnya telah meninggal. Gaby menggeleng tegas, tidak, ia tidak percaya. Barang-barang yang tadi dibelinya langsung dijatuhkan begitu saja. Dia segera berlari dengan kencang ke rumahnya, dan langsung masuk ke dalam kamarnya. Gaby menelepon nomor telepon ayahnya, tapi bukan ayahnya yang mengangkat, melainkan orang lain. Orang tersebut mengatakan bahwa ayah Gaby sudah meninggal. Namun Gaby tetap tidak percaya, dia meminta orang tersebut melakukan video call dengan dirinya, orang itu pun setuju. Setelah tersambung, orang tersebut mengarahkan kameranya ke kasur ayahnya, dia bisa melihat dengan jelas tubuh ayahnya yang sudah terbaring kaku di sana.

Dua hari setelah menunggu kedatangan mayat ayahnya. Hari ini, tepat pada hari Selasa, jenazahnya sudah sampai di rumah Gaby. Gaby langsung memeluknya dengan erat, tapi hanya sebentar, itu pun tidak sampai lima menit, karena ayahnya harus segera dikubur. Kain kafan telah menutupi seluruh tubuh ayahnya. Setelah sebelas tahun tidak bertemu dengan ayahnya, kini mereka harus dipertemukan dalam kondisi seperti ini. Rindu yang tersimpan selama ini hanya bisa diobati dengan menatapnya selama lima belas menit. Tidak ada tawa, tidak ada pelukan, dan tidak ada ciuman. Gaby menangis histeris saat melepaskan jenazah ayahnya untuk dimasukkan ke liang lahat. Ternyata hal yang paling ditakutinya, kini sudah terjadi dan semuanya hanya tinggal kenangan, kenangan, dan kenangan.


 

0 Comments:

Posting Komentar